Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Tahun pastinya sudah lupa kapan, tapi yang jelas bertepatan dengan Idul Adha.

Lantaran punya rezeki berlebih, saya pun ingin menjalankan sunnah dengan berkurban. Dibelilah satu ekor kambing beberapa hari sebelum Hari H.

Sudah menjadi kebiasaan di tempat kami, kambing yang akan dikurban diberi nama pada bulunya. Bulu pada salah satu tubuh kambing akan diberi cat dan diberi nama sesuai dengan orang yang menyumbang. Dalam hal ini, kambing saya ditulisi “Jalu” pada salah satu tubuhnya.

Tibalah hari raya Idul Adha. Nyaris kesiangan, saya pun bergegas mandi untuk menunaikan shalat sunat Ied.

Untung saja, tempat shalat hanya jalanan di depan rumah. Sudah pasti tak bakal telat apalagi teman-teman masa kecil sudah datang lebih dulu dan biasanya saya suka nyelip.

Usai shalat adalah saat yang paling dinanti-nanti. Maklum, cuma dua kali dalam setahun saya berkumpul dengan mereka. Ditambah lagi isi ceramah yang sudah saya hafal – selalu berulang dua tahun sekali – sejak kecil, jadilah kami isi suasana dengan mengobrol dan merokok.

Tiba-tiba… di tengah-tengah ceramah, terdengar teriakan yang mengagetkan. Apalagi buat saya.

“Si Jalu kabur… Si Jalu kabur… Awas ada Si Jalu… Hati-hati…” teriak beberapa orang dari belakang. Bagaimana mungkin, lah saya saja lagi duduk tenang di sini. Dan, apa yang saya lakukan sehingga orang-orang diminta berhati-hati?

Situasi makin halai-balai. Kumpulan orang yang (terlihat) tengah khusyuk mendengarkan ceramah pun berhamburan.

Ternyata… Seekor kambing dengan tali masih terikat di lehernya lepas dan berlari ke arah jamaah yang duduk mendengarkan ceramah. Dan… kambing itu memang bernama “Jalu” yang tertulis dengan cat hitam di bagian tubuhnya.

Sial… Emang enak disamain dengan kambing :p

“Selamat Idul Adha, teman-teman… Semoga kita bisa semakin belajar berbagi dan mengasihi.”